Senin, 28 Mei 2012

KISAH KEAJAIBAN CINTA ira


KISAH KEAJAIBAN CINTA

Para Pemain:
Jalaluddin Ar-Rumi                            :
Syamsuddin Tabriz                             :
Kimya (anak angkat Rumi)                 :
Kerra (isteri Rumi)                              :
Beberapa orang murid Rumi               :
Hatije (sahabat kimya)                        :
Sultan Walad (putera Rumi)               :

PROLOG = cerita tentang jalan sufi Jalaluddin Ar-Rumi (seorang sufi yang lahir di Balk yang sekarang dikenal dengan Afghanistan pada tahun 604 H/ 1207 M)  dalam mengarungi lautan magfirah menuju kesejatian cinta, kenangan akan persahabatannya yang “tidak biasa” dengan sang guru “Syamsudin Tabriz” yang menjadi inspirasi syair-syairnya tentang kerinduan akan penyatuan dengan ilah. Dan dilematis rumah tangga yang terbangun dalam “keajaiban” cinta sang “matahari” kepada isteri yang diamanatkan oleh sang sahabat. Dinamika yang terbangun dalam pesona cinta yang tentatif antara hamba dengan hamba serta cinta yang eternal antara sang pecinta (makhluk) dengan yang dicinta (Al-Khalik). Dalam tarian “sema” yang eksotik, yang dipercaya mampu mengantar sang cinta “darwis” kepada yang dicinta, menaburkan extase cinta pada Sang Pemilik Kesejatian Cinta.
Makhluk-makhluk bergerak karena cinta. Yaitu cinta oleh keabadian tanpa permulaan. Sebagaimana angin menari-nari digerakkan kuasa semesta. Karena itu iapun bisa menggerakkan pepohonan.
Cerita berawal dari kedatangan seorang yang bernama “Syamsudin Tabriz” di Konya (tempat kediaman Jalaluddin Ar-Rumi). Yang mengantarkan Maulana dalam meditasi yang panjang, yang membuat Maulana larut dalam keasyikan bertemu dengan “Sang Kekasih”, yang mengakibatkan semua murid Maulana, anak2x dan masyarakat Konya melihatnya tidak biasa. Dan bahkan banyak murid-murid Maulana yang protes karena ketidakhadiran sang guru yang begitu lama dan hanya oleh karena seorang “Syams”.

Jalaluddin dan Sahabatnya mengasingkan diri dalam meditasi yang berminggu-minggu, tanpa makan, minum dan segala bentuk interaksi sosial.
Kerra : (selalu menyediakan makan, minum, pakaian untuk ganti di depan kamar tempat suaminya berkhalwat dengan Syam), "sudah dua minggu Maulana mengasingkan diri, tak makan dan minum, siapa sesungguhnya lelaki itu, yang telah begitu jauh mempengaruhi suamiku (bicara sendiri)”.
            Selang beberapa menit kemudian. Keluarlah Rumi dengan Syams dari dalam kamar, dengan garis mata yang dalam menandakan kurang tidur, wajah yang kurus, lingkaran hitam di matanya begitu kontras dengan wajah yang pucat, Rumi menemui isterinya. Di belakangnya berjalan Syams seangkuh matahari.
Rumi : (sejurus memandang pada Kerra, kemudian menunduk dan akhirnya tersenyum pada isterinya).
Kerra : (memperhatikan suaminya lantas menunduk) “kau bahagia rupanya”.
Rumi : (menggeser dan mengenalkan sahabatnya) “ini Syamsuddin, sahabat karib jiwaku”. (terdiam sesaat dan berkata dengan perlahan) “kau harus memperlakukannya sebagai hal paling berharga dari diriku”.
            Kerra terdiam dalam sunyi, dan mereka berdua meninggalkan Kerra dalam diam. Selang beberapa lama tiba-tiba masuk Kimya dengan berlari-lari.
Kimya : (Terengah-engah) “Maulana dan sahabatnya telah selesai berkhalwat. Mereka ada disini, aku melihat mereka memasuki ruang belajar”.
Kerra : (menghela nafas, mengangguk) “aku tahu. Setidaknya mereka telah menampakkan diri dan aku bahagia. Tetapi Kimya……..(ragu-ragu), aku juga takut” (dengan tubuh yang menggigil).
Kimya : (khawatir dan meletakkan selendangnya pada leher Kerra) “itukah Syam?”
Kerra : (mencoba tenang, mengangguk) “aku tak tau apa yang terjadi pada diriku. Jangan dengarkan aku Kimya, aku hanya cemas. Sepertinya mereka tidak memperhatikan kesehatan mereka”. (mendesah) “ mereka yang pergi terlalu jauh, akan kehilangan pijakannya di bumi ini”.
            Sang Maulana dan Sahabatx bagaikan tak terpisahkan lagi, selalu berdua. Sudah beberapa waktu sang Maulana tidak mengajar lagi, hingga para muridnya pun menemui putra pertama Maulana (sultan Walad).
Murid2 :”Katakan pada ayahmu, tanpa cahaya pengajarannya, hidup ini rasanya tak tertahankan membebani kami. Katakan kepadanya, tanpa kebijakannya, kami bagaikan orang buta yang tersandung di kegelapan.”
Sultan Walad : “aku juga jarang melihat ayahku belakangan ini, dan kalaupun aku menemuinya, hanya sebentar untuk menengok keadaannya dengan Syams.
Murid2 :”Maulana sudah berubah, beliau sekarang hanya memperhatikan Syam dari Tabriz itu, seolah-olah dia adalah segalanya, beliau sudah tidak pernah ceramah, apalagi ke madrasah. Bahkan mengajar ngaji seperti dulu sama sekali tidak pernah beliau hiraukan lagi. Syam yang angkuh itu benar-benar menjauhkan kami dari Maulana.
Sultan Walad :”bagaimana kukatakan pada kalian dan bagaimana kujelaskan makna yang tercipta dalam setiap sunyi yang hadir di kedamaian jalan menuju Maghfirah-Nya.”
Murid2 :”apakah Maghfirah yang kau katakan itu, lihatlah Maulana sekarang, beliau seolah-olah tidak berada di dunia, dengan tubuh kurus yang tak terurus, terkadang tertawa sendiri seperti orang gila, kemudian menangis meraung-raung tanpa sebab, bahkan yang lebih parah Maulana nenari-nari dijalan yang ramai seperti orang yang tidak sadar akan dirinya, hingga di soraki orang gila oleh anak-anak dijalan, ini semua karena Syams pengacau itu, dia telah menjauhkan Maulana dari Allah, dia tukang bid’ah, dia telah menghilangkan wibawa dan karisma Maulana kita.
            Sultan Walad hanya terdiam tak mampu menjelaskan apapun pada murid-murid sang ayah, demikian pula dengan Kerra (sang instri Maulana) dan Kimya (puteri angkat Maulana), mengalami pergolakan batin yang hebat dengan sikap Maulana.
Kimya :”(termenung, duduk dengan tatapan yang menerawang)
            Datanglah sahabatnya Hatije. Mendekat dan duduk di sisi Kimya.
Hatije :” Kimya, kau sedih?” (memandang dengan simpati)
Kimya :”aku tidak sedih, tidak seperti itu”
Hatije :“lantas kenapa, sekarang kau jarang bercerita dan selalu termenung”.
Kimya :”aku mencoba menangkap sesuatu, seperti mencoba menarik sehelai benang supaya melewati lubang jarum yang sangat kecil, kau harus penuh perhatian, bergeming dan berkonsentrasi penuh. Sa’at kita hendak menarik benang agar melewati jarum, pikiran kita tak boleh teralihkan, kau tak ingin pikiranmu teralihkan.
Hatije : (mencoba bersungguh-sungguh dan memahami)”mungkin aku mengerti”(berkata sambil tersenyum lebar).
Kimya : “ tapi kau tahu, aku tak ingin pikiranku teralihkan, hal itu begitu kuat. Itulah yang telah lama kunanti.
Hatije :”apa yang terlalu kuat itu, apa yang kau nanti, dan apa yang ingin kau tangkap?, apakah menyangkut sahabat Maulana, Syams itukah yang mengalihkan pikiranmu?”
Kimya : (menghela napas)”sesuatu yang ada dalam diriku, aku tak tau bagaimana cara menjelaskannya padamu. Rasanya seperti sesuatu memanggilku sekaligus menjawabku pada waktu yang bersamaan. (terdiam beberapa saat), tadi malam aku bermimpi, ketika aku duduk di depan kamarku, seseorang yang aku yakin itu adalah Syams, mendatangiku, ketika aku melihat matanya yang kelam menusuk, hatiku bergemuruh seperti badai, menghancurkan semua ketenangan yang kumiliki, namun sebelum sempat ku ucap apa-apa, mata hitam itu menghilang, dan kuhanya dengar satu ucapan, ‘Syam berada disini untukmu, hari ini dia telah menyingkap tabirnya, perjalanan menuju asal telah dimulai”.
Hatije : (terdiam sambil memandang Kimya terpengarah).oh…..oh…
Kimya :”tapi sudahlah, aku tak mengerti dan kaupun tak akan mengerti.” (kembali diam dan termenung).
Beberapa saat
Hatije :”aku sangat berharap untuk mengerti, tapi aku pulang dulu. Lain kali kita bercerita.”
Kimya :”terima kasih Hatije, aku menyayangimu”
            Sesaat lamanya Kimya termenung sendiri, tanpa menyadari bahwa seseorang telah hadir disisinya.
Syams :”(berjalan kearah Kimya dengan perlahan) “bolehkah aku duduk disampingmu?” (bertanya dengan suara yang begitu lembut).
Kimya :” (mendongak kaget, kemudian perlahan mengangguk).
Syams : “(duduk agak menjauh dari Kimya, menunduk dan hening)
Kimya :” (mencoba memecahkan kesunyian dan bertanya) “apakah kota Tabriz sama dengan Konya?”
Syams : (mengangkat kepala)“Tabriz adalah kota dengan masjid-masjid yang membiru dan lelangit yang cerah. Sedangkan Konya adalah kota cahaya. (sejenak diam). Mawar-mawar kota Tabriz kecil dan berwarna kuning pucat dan hatinya berdarah. Belum ada mawar seperti itu di Konya. Tetapi suatu hari nanti, mawar seperti itu akan tumbuh dan berkembang……………. Ada banyak perempatan jalan tempat jiwa-jiwa suci bangkit di malam hari. Mereka berkumpul dalam sebuah kelompok seperti merpati-merpati merah dan hijau, kemudian mereka terbang ke Mekkah dan bertawaf memutari ka’bah.
Kimya :(menatap Syams bingung dan gemetar serta dengan tanda Tanya).
Syams :”(tersenyum tipis dan balik memandang pada Kimya) “ada banyak orang di Tabriz, jika dibandingkan, aku bukanlah apa2. (kemudian bangkit) “ingatlan mawar-mawar Tabriz, mereka dekat dengan Allah, hanya hati yang berdarah yang bisa menemukan-Nya…..“tapi terkadang, manusia melupakannya. Ketika mereka terpanggil dan hati mereka dibuat berdarah, mereka malah mengeluh, bukannya bersyukur. (menatap Kimya dengan tajam) “tetapi kau Kimya, kau tidak akan lupa.” (sebelum Kimya menjawab apapun, Syams telah melangkah pergi begitu saja meninggalkannya dalam kebingungan).
            Setelah setahun kemudian, tiba2 Syamsudin At- Tabriz menghilang secara misterius semisterius kehadirannya di Konya, Rumi mencari kemana-mana, dengan segala cara dicarinya informasi keberadaan Syam, hingga karena keputusasaanya, meluncurlah syair-syair kerinduannya akan sang sahabat, yang tertuang dalam Diwan-I-Syams-I Tabriz.
                        Biarkan aku bercerita tentang keajaiban-keajaiban Dikau, oh Cinta!
                        Ijinkan aku membuka pintu Ghoib bagi makhluk, dengan ucapan.

                        Wajahmu bak mentari, wahai Syamsuddin
                        Yang dengannya hati berkelana bagai cawan!

                        Engkaulah mentari, kami hanyalah embun
                        Kau bimbing kami ke tempat tertinggi.
                        Karena aku hamba sang mentari
                        Maka aku hanya kan berbicara dengan mentari.
                       
                        Namun, tiba-tiba muncul kecemburuan dari Tuhan
                        Dan mulut-mulut menjadi kasak-kusuk

                        Aku adalah Zahid yang pandai, orang yang berjuang.
                        Kawanku, katakan kenapa kau terbang seperti burung.

                        Aku menulis seratus surat, aku meniti seribu jalan.
                        Tampaknya kau tak baca selembar suratpun
                        Tampaknya kau tak ketahui satu jalanpun

                        Bila orang itu mengatakan “aku telah melihat Syams!”
                        Maka tanyakanlah, kemanakah jalan menuju Surga?

            Sekian lamanya, Maulana diselimuti kerinduan dan kesendirian, meskipun seluruh masyarakat Konya bersorak atas kepergian Syams, namun Sultan Walad sang anak sulung merasa tidak tega melihat kesedihan yang nampak pada Maulana,  maka dengan segenap usaha dicarinya Syams diseluruh tempat hingga ia menemuknnya di Syuriah dan membawanya kembali ke Konya disisi sang Maulana. Sekembalinya Syams di Konya, ia akhirnya dinikahkan oleh Sang Maulana dengan Kimya (anak angkat Maulana).

Kimya ; (termenung)

Hatije : (datang mendekat) “tidakkah kau takut pada Syams? Sudahkah kau pertimbangkan keinginanmu menikah dengannya? Dia bukan orang yang mudah, kita bahkan tidak tau dia darimana, dan dia tidak pernah terlihat melakukan apapun selain, ah…. Kimya, tolong pikirkan lagi.

Kimya : “aku hanya mengikuti apa yang sudah tertulis”

Hatije : (menatapnya) “jadi, sebenarnya itu bukan keputusanmu?”

Kimya : (menggeleng) “tidak, sama sekali tidak. Ini keputusanku sendiri, walaupun aku tau kita bisa saja menolak apa yang ditawarkan pada kita. Tetapi satu hal yang pasti bahwa kita tidak tau apakah itu sudah tertulis untuk kita atau tidak.

Hatije : “apakah kau bahagia?”

Kimya : (kaget)“aku tak tau, apakah kebahagiaan adalah satu-satunya alat pengukur kehidupan seseorang. Dan kebahagiaan itu takkan pernah terukur.

Hatije : (menatap cemas bercampur kekhawatiran)

Kimya : (bangkit) “Hatije, kau jangan cemas. Kau bertanya apakah aku takut. Tapi dilanda perasaan takut atau sedih bukan berarti menandakan seseorang sudah membuat kesalahan. Perasaan itu hinggap karena seseorang tidak benar-benar menyimak dan mendengarkan nuraninya.”

Hatije :”oh Kimya, kau membuatku sedih” (mulai menangis). “aku tidak mengerti satupun kata-kata yang kau ucapkan. Kadang aku berfikir bahwa kau tidak tau apapun tentang hidup. Tapi kadang aku malah berfikir kalau sebaliknya akulah yang tidak faham tentang hidup dan tak mengerti apapun”

Kimya :”sudahlah, kita berdua memang belum tau apa2. Masih banyak yang perlu kita pelajari. Aku menyayangimu. Terima kasih Hatije.

Hatije : ”aku berharap kau bahagia.” (berpelukan).

            Akhirnya Syams dan Kimya menikah. Dimalam pertama pernikahan antara Syams dan Kimya. Dalam kegelapan malam yang hanya diterangi cahaya lilin. Keduanya berdiri dalam diam.

Syams : (memandang Kimya) “kau tentunya lelah. Masuklah ke kamarmu, tidurlah dalam damai, dan ingat bahwa Dia disini bersamamu, selamanya.”
(menyerahkan lilin pada Kimya kemudian melangkah pergi menuju kamarnya meninggalkan Kimya dalam sendiri).

Paginya, Kimya menyiapkan segelah teh untuk sang suami.

Kimya : (melangkah sambil membawa teh, berjalan pelan2, kemudian menuangkan teh perlahan dengan agak gemetar).
Syams : (tersenyum memandang Kimya) ”Kimya, mengapa kau cemas? Mengapa kau takut? Aku tau begitu berat menjejakkan kaki diatas tanah ini sementara hatimu menatap ke surga. Tetapi, ini rahasia (diam sejenak), rahasianya adalah bumi ini dan surga tidaklah terpisah”. (mengambil gelas teh dan meminumnya). “sama sekali tidak terpisah” (dia mengulangnya).

Kimya: (berdiri tanpa tau apa yang dikatakan, memandang ke suaminya dengan bingung).

Syams : (bangkit berdiri) “aku harus pergi sekarang” (melangkah meninggalkan isterinya begitu saja).
 
Kimya : (hanya memandang kepergian sang suami).

Kimya : (merenung dan berbicara pada diri sendiri) “hidup seperti apa yang kualami ini, Syams adalah manusia seangkuh matahari, aku bahkan tidak mengerti apa pun tentang dia, untuk apa dia ada disini, dan kenapa dia memilihku? ”.

            Malam pun larut, (suara langkah Syams terdengar memasuki rumah, dengan cepat Kimya pergi menyambut). Namun……

Syams : ”jangan mengganggu. Pergilah tidur, ini sudah larut malam”.

Kehidupan keduanya berjalan “tak biasa” bagi orang-orang biasa, Syams pergi pagi dan pulang malam, sangat jarang terjadi percakapan bahkan interaksi antara keduanya, pagi2 Kimya hanya menyediakan teh, dan sampai malam menunggu “sang matahari” pulang ke haribaan malam. Beberapa minggu berlalu, Kimya tinggal dengan semua tanda Tanya dan kegundahan dalam hatinya. Dia tak pernah keluar rumah, tak pernah lagi bersenda gurau dengan kawan2nya. Hingga suatu hari datanglah Hatije sahabatnya.

Hatije : “Kimya, kau tau orang-orang diluar sana membicarakanmu, kau tidak pernah keluar rumah. Semua orang mengatakan kamu adalah perempuan yang malang, Syams tidak mengizinkanmu keluar rumah karena dia cemburuan”.

Kimya : (terdiam)

Hatije : “katakan sesuatu Kimya, kau tidak bahagia kan? Dan semua orang bilang Syams tidak pernah ke mesjid, juga dia pernah minum anggur. Apakah itu benar?”

Kimya : (mengangkat wajah dengan marah) “semua itu tidak benar, orang-orang tidak tau bagaimana sosok Syams seutuhnya, dan kamu harus ingat, meskipun kamu temanku, Syams adalah suamiku”.

Hatije : “maafkan aku Kimya (dengan wajah penuh penyesalan), aku hanya khawatir denganmu. Berbahagialah. (melangkah keluar meninggalkan Kimya sendiri). 

Kimya : (termenung)” kehidupan seperti apa yang kini kujalani, bersamanya aku seperti menghadapi ketidakpastian, aku sadar akan hal itu, tapi kenapa aku begitu terpengaruh dengan semua keangkuhannya, otoritasnya, bahkan ketidakperduliannya padaku.





Masuklah Kerra

Kerra : “Kimya, kau terlihat pucat, kau tidak memperhatikan kesehatanmu”

Kimya : (diam tertunduk)

Kerra : (memandang Kimya prihatin) “ada sa’atnya, manakala do’a yang paling kering sekalipun justru yang paling didengar Allah. Lantas Dia dengan sifat Rahman-Nya membuat hatimu meronta, betapa kau kehilangan-Nya,  merindukan-Nya”. (meraih tangan Kimya, memegangnya seakan memberi kekuatan)

Kimya : (tertunduk menangis). “aku tak bisa berdo’a, hatiku terluka sedemikian dalam, aku…aku tak tau bagaimana menghentikan kepedihan ini”.

Kerra : “kau memang tak bisa menghentikannya, ketika hatimu terluka, hanya ada tiga aturan main; jangan mengenyahkan kepedihan itu, jangan pernah mencoba untuk mengerti dan jangan tenggelam dalam kepedihan itu. Buatlah dirimu berserah diri seperti sebatang pohon muda yang terperangkap dalam badai, biarkan badai itu menghantammu. Jangan pernah menentangnya dan jangan pula membantah keberadaannya. Bagaimana mungkin kita menafikkan angin dan hujan? Dan jangan pernah menyesalinya”.

Kerra keluar, pada malam harinya, dengan nyala lilin Kimya bersujud panjang kemudian berdo’a.

Kimya : “Ya Allah, janganlah abaikan hamba-Mu ini. Dan sungguh apa yang kulakukan selain berserah diri kepada-Mu? Aku tau jalan yang ditempuh Syams melampaui pemahamanku, dan kepedihanku terlalu menyakitkan untuk dipikirkan, maka jadikanlah aku sebatang pohon yang terperangkap badai, hingga badai itu kan berlalu”.

Tiba2 datanglah setitik lilin dan langkah Syams masuk ke kamarnya.

Syams : (berlutut dihadapan Kimya, memegang bahunya) “Kimya, Kimya, tataplah aku”.

Kimya : (balik menatap Syams dan kemudian bersujud di lutut Syams sambil menangis)

Syams : “kau tidak usah takut sayang, tak ada yang perlu kau takutkan, cinta tiada berakhir, cinta adalah lautan tak bertepi, kau harus belajar menanggung penderitaannya”.

Kimya : (bangun, dan memandang Syams penuh Tanya) “aku tak mengerti?”

Syams : “jangan, jangan pernah mencoba untuk mengerti, ini adalah sebuah anugerah. Tubuh telah mengenal sang jiwa dan jiwa telah mengenal sang tubuh, dan selama-lamanya akan ada dalam keabadian. Kini, engkau lenyap dalam Wujud. (Syams memandangnya dan Kimya tengadah sambil menangis) cara Tuhan mengajari kita mengenal-Nya memang tak terbatas, Hanya Dia. Cinta yang kau rasakan hanya Untuk-Nya, aku hanyalah pelayan-Nya, jangan pernah lupakan itu Kimya.

Kimya : (memandang dengan panic) “apakah cintaku padamu salah?, apakah kecintaanku padamu merupakan semacam penghinaan pada Tuhan?”

Syams : “kau harus hati2 sayang, kau harus hati2 dan tidak keliru dengan membaurkan cintamu padaku dan cintamu pada Allah, cinta tak lain adalah aliran napas Tuhan yang selalu menyertai napasmu”.

Kimya : “bagaimana bisa kau begitu kejam, aku menyerahkan seluruh jiwaku pada cinta yang hanya untukmu secara kemanusiaanku” (menangis).

Syams : (menghapus air mata Kimya dengan lembut) “berhentilah meratap, hikmah dari Allah datang sebebas burung dan begitu juga jiwamu. Do’amu akan terkabul, tidurlah, waktumu tinggal sebentar lagi, sangat singkat.”

Syams : (bangkit meninggalkan Kimya dalam sendiri). 

Sejak sa’at itu, Kimya larut dalam kebersamaannya dengan Sang Pemilik Cinta sejati, Kimya larut dalam rasa cinta yang ganjil yang dihadirkan Syams padanya, tak ada lagi hasrat akan nilai-nilai keduniawian, yang ada hanyalah keindahan abadi dalam jiwa yang menyatu dengan napas sang Pencipta. Hingga beberapa sa’at kemudian, tubuh jasmani Kimya semakin lemah dalam kekuatan jiwa rohaninya. Hingga puncaknya, suatu hari ketika dia keluar bersama sahabatnya Hatije, Kimya jatuh karena lemahnya.

Hatije : (kaget melihat Kimya jatuh, kemudian memangkunya) “kamu kenapa Kimya, kau sakit, kamu harus jujur padaku, selama ini kamu tidak bahagia kan?” (memandang Kimya cemas)

Kimya : “bahagia? Aku tidak bahagia, tapi aku…aku merasa hidup. Hidup yang lebih hidup daripada yang pernah kurasakan sebelumnya, apa yang dulu kunikmati, kini tak lagi menarik minatku. Aku tau, kadang-kadang terasa menyakitkan, tapi bagiku rasa itu begitu agung, setiap embusan napas adalah sebuah kehidupan seutuhnya, sebuah keabadian.

Hatije : “matamu begitu bercahaya (memandang Kimya cemas) tapi mengapa aku tak pernah memahamimu?”

Kimya : “tak apa Hatije, kita memang berbeda. Itu saja, semua berjalan sesuai kehendak Tuhan. (terdiam sesaat dan menghela napas) bagaimana aku meyakinkanmu bahwa Syams sesungguhnya orang yang baik’.

Hatije :”tahukah kau bahwa sekarang orang-orang semakin marah pada Syams daripada dulu, mereka mengatakan bahwa Syams telah menenung Maulana dan menjerumuskanmu pada penderitaan. Dan aku yakin, Syams berada dalam bahaya sekarang.”
Kimya : “Syams adalah tuan dari takdirnya sendiri, dia sebebas angin berhembus” (tubuhnya semakin lemah).


Hatije : (panic, memanggi-manggil Kimya) Kimya…..Kimya”

Semua orang masuk (Syams, Kerra, Maulana Jalaluddin Ar-Rumi, dan Sultan Walad)

Kerra : “Kimya, ada apa denganmu?.

Kimya : (dengan suara lemah) “tidakkah kau lihat, aku akan pergi kemanapun yang kuinginkan” (memandangi suaminya “Syams” menyentuhnya lembut penuh cinta kemudian memejamkan mata untuk selamanya).

Serempak mengucapkan “innalillahi wainna ilaihi raji”un”.


Narasi

            Cinta,
            Kaulah setiap nada dan kaulah sang music
            Kaulah sang lilin dan kau sang api
            Kaulah kegembiraan dan kau jualah pancaran cahaya
            Kaulah cinta dan kau bukan APA-APA.
           
            Cinta itu samudera yang gelombangnya tak terlihat
            Air samudera itu api, sedangkan ombaknya adalah mutiara.

            Karena cintalah, semua rasa pahit akan jadi manis
            Karena cintalah yang merubah tembaga menjadi emas
            Lewat cintalah semua endapan berubah jadi anggur murni
            Lewat cintalah, kesedihan akan jadi obat
            Karena cintalah, si mati menjadi hidup
            Karena cinta, raja bisa menjadi budak.
           

Setelah kematian Kimya, Syams pun kembali menghilang dari Konya dan ini untuk selamanya. Sang Maulana Jalaluddin Ar-Rumi kembali mencari sang sahabat namun tak pernah menemukannya.
 
            Lihatlah, aku telah banyak mencoba,
            Dan mencari dimana-mana
            Tetapi tak pernah ku temukan sahabat seperti dirimu.
            Aku telah mencoba setiap pancuran, setiap butir anggur
            Namun, tak kurasa keindahannya kala bertemu denganmu”


 Disadur dari novel : KIMYa Sang Puteri Rumi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar